From My Mind, My Soul and My Heart

Friday, December 22, 2006

Kemerdekaan Perempuan



“…Dan walaupun saya tidak beruntung sampai ke ujung jalan itu, walaupun saya sudah akan patah di tengah jalan; saya akan mati dengan bahagia. Sebab jalan tersebut sudah terbuka dan saya turut membantu meretas jalan yang menuju ke kebebasan dan kemerdekaan perempuan Bumiputra.” (Surat Kartini, Jepara, 7-10-1900)

Rasanya malu hati bila membaca penggalan surat RA Kartini diatas, beliau adalah wanita zaman dulu yang hidup dalam kondisi yang memiliki keterbatasan ruang gerak, pendidikan, informasi dan teknologi, namun beliau sudah memiliki tekat yang luar biasa untuk berjuang demi kemerdekaan kaum perempuan.
Sementara beberapa perempuan- perempuan era sekarang yang jauh lebih beruntung karena memiliki ruang gerak yg lebih luas, berkesempatan mengenyam pendidikan yang tinggi, akses informasi yang mudah serta memiliki kemapanan teknologi, masih saja santai bahkan seolah kurang peduli dengan kepentingan kemerdekaan kaumnya, bahkan kemerdekaan dirinya sendiri.
Saya engga habis fikir dengan sekumpulan perempuan era sekarang yang kebanyakan membunuh kemerdekaannya sendiri. Bayangkan banyak kaum istri yang tidak berdaya untuk bersikap meskipun dihadapan suaminya, bahkan untuk sebagian wanita “mata duitan”, merasa tidak perduli akan kemerdekaannya sendiri, mereka menjadi budak materi dan ujung-ujungnya sama saja yakni memenjarakan nurani dan kemerdekaan hatinya. Dan kebodohan beberapa kaum perempuan ini, mereka diperbudak oleh brand- brand tertentu, mereka berkumpul beramai- ramai saling menunjukan keloyalitasan mereka terhadap benda mati, kebanyakan benda mati yang mereka tuhankan adalah benda bernama belian sekian karat…, tas brand***, sepatu brand ***,mobil kluaran *** dan lainnya, demi keloyalitasan ini mereka rela untuk menjadi buta dan tuli untuk tau dari mana sang suami menyediakan dana untuk hobby istrinya menuhankan benda- benda mati itu. Inilah gambaran perempuan -perempuan kapitalis konsumtif yang tanpa sadar telah membunuh kemerdekaannya sendiri.
Dan ada yang juga sama parahnya, ada sekelumit perempuanyang tidak segan- segan menyakiti perempuan lain dengan cara merebut dan menghancurkan kebahagiaan rumah tangga perempuan lain hanya karena alasan materi, “ah…yang penting suami dia suka sama saya, siapa suruh suka sama saya, kalo saya sih cuma suka uangnya dia aja”, ujar seorang perempuan simpanan pejabat, di sebuah tayangan televisi. Dan disitulah kita bisa menilai kalau nurani perempuan itu sudah mati teracuni oleh penjara materi.

Banyak pula tingkah polah kaum perempuan era sekarang yang seolah bangga dengan kemerdekaannya terenggut,
“saya iklas suami saya menikah lagi ini wujud bakti saya padanya,karena saya pun yakin beliau mampu menafkahi kami”, ujar perempuan yang baru saja dimadu suaminya.
Dalam hati saya berpikir, bagaimana mungkin wanita ini rela diinjak-injak haknya demi mengabdi pada suaminya. Dan menurutnya masalah selesai hanya karena hidupnya tetap dinafkahi suaminya. Mestikah kaum wanita mengabdi pada suaminya sampai harus membunuh nuraninya sendiri? Saya rasa itu adalah salah satu bentuk penindasan, penindasan apapun yang dilakukan suami merupakan perenggutan kemerdekaan.Saya menyebut perempuan semacam ini adalah kaum pasrah.

Mungkin kita juga sering melihat banyaknya perempuan yang menjadi objek pornografi dan pornoaksi, beberapa perempuan rela menanggalkan pakaian dan kehormatan mereka hanya karena terikat kontrak dan tertantang oleh tawaran kemasyuran. Perempuan- perempuan ini mungkin tidak sadar bahwa mereka tidak mampu mempertahankan kehormatan mereka.Sungguh sudah kehilangan akal sehat…..


Bukan cuma sekelumit perempuan yang konsumtif kapitalis, perempuan pasrah dan golongan perempuan yang kehilangan akal sehat lainnya saja yang membuat perjauangan RA Kartini menjadi menguap begitu , permerintah pun kerap kali menempatkan perempuan dalam kasta ke dua dalam masyarakat, contoh saja dalam hal untuk beberapa urusan di Bank saja perempuan harus meminta persetujuan suami, lalu apakah menurut pemerintah kaum perempuan itu tidak cakap dimata hukum?

Belum lagi lengahnya pemerintah menyikapi praktik penjualan perempuan, seolah pemerintah tutup mata melihat kenyataan ini. Dimana perempuan- perempuan Indonesia dijadikan objek pemuas nafsu di negara orang, dan perempuan Indonesia teraniyaya serta terzalimi di negara orang. Belum lagi nasib para TKI yang kebanyakan kaum perempuan, dan keselamatan mereka pun sangat terancam disana. Rasanya perjuangan RA Kartini hancur berkeping- keeping kalau sudah begini. Mungkin inilah yang bisa saya sebut sebagai penjajahan terhadap perempuan di era modern.
Ini adalah pr untuk kaum perempuan sendiri untuk terus memperbaiki diri dan menuntut hak kita. Karena dari rahim dan perjuangan kita lah Allah menitipkan masa depan bangsa kita.


MUC Legal Councel’s Room, 14 Dec 2006, 17.32
Erry Tri Merryta Riyadi

No comments:

Put Your Comment Here........